Minggu, 29 Mei 2011

RISALAH 01



RISALAH
UNTUK
SAHABAT-SAHABATKU
Dan Bagi Mereka yang Masih Ada Cita-Cita dan Harapan Dalam Hatinya Untuk Meraih Keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan surga-Nya di Alam Akherat
Di Bumi Allah Manapun Juga




OLEH :
Abu Usamah Ali Ghufron bin Nurhasyim bin Masyhuri bin Sholeh bin Ibrahim.



Assalamu’alaikum warahmatulahi wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil Alamiin Wal Aaqibatu Lil Muttaqin, walaa adwana illa ‘aladh-dhoolimiin, wassholaatu was-salaamu ‘ala asyrafil anbiyaa’I wal mursaliin wa ‘alaa alihii washohbihi waman tabi’ahum ila yaumid-diin, amma ba’du.
Sahabatku yang aku kasihi -hayyakumullah-.
1) . Jika antum benar-benar sebagai hamba Allah yang mengharap kebahagiaan di dunia terutama di akherat kelak dengan harapan mendapat ridha Allah dan surga-Nya, maka pertama-tama antum wajib sadar dan menyadari hal-hal sebagai berikut :
a.       Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala, menciptakan antum tidak sia-sia dan tanpa tujuan keberadaan antum di dunia ini bukan sekedar untuk menambah jumlah mahluk-Nya, untuk menghabiskan roti dan nasi, serta untuk menikmati kenikmaatan duniawi belaka, sehingga orang yang bodoh berpikiran bahwa hidup dan kehidupanku di dunia yang sebentar ini tidak saya gunakan untuk merasakan kenikmatannya, baik yang halal maupun yang haram akan sia-sialah hidup ini.
b.      Sadarlah dan ketahuilah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan antum mempunyai tujuan yang mulia antara lain sebagai berikut :
1.      Untuk beribadah kepada-Nya atau mentauhidkan-Nya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (Q.S Adz-Dzaariyaat (51) : 56),
“Wamaa kholaqtul jinna wal insa illaa liya’buduuni”(tulis khot arab)
Artinya : “Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (atau beribadah kepada-Ku)
Menurut sebagian ahlul ilmi mengatakan liya’buduuni bermakna liyuwahhiduni supaya mereka mentauhidkan-Ku atau meng-Esa-kan Aku.
Yang dimaksud mentauhidkan disini adalah mentauhidkan atau meng-Esakan Allah dalam 3 tauhidnya :
1. Tauhid Rububiyah-Nya. 2. Tauhid Uluhiyah-Nya dan 3. Tauhid Asma’ wa Shifat-Nya (Insya Allah akan dijelaskan dalam pembahasan nanti…). 
 2.      Untuk Menjadi Khalifah di Muka Bumi.
Allah Subhanahu wa Ta’ala, berfirman dalam Al-Qur’an (Al-Baqarah (2) : 30).
Waidz qoola robbuka lilmalaa’ikati Inni Jaa’ilun fil ‘ardhi Kholiifah (tulis khot arab)
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi”…
3.      Untuk Menegakkan Dien.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (Q.S . Asy-Syu’ara (42): 13).
Khot Arab.
Artinya : “Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang Dien (agama) apa yang telah diwasiatkan kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah Dien (agama) dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya, Amat berat bagi orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya, Allah memilih kepada Dien (agama) itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada Dien (agama)-Nya orang yang kembali kepada-Nya.
Yang dimaksud dengan Dien atau agama disini ialah : mentauhidkan atau meng-Esa-kan Allah Subhanahu wa Ta’ala, beriman kepadanya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya dan hari akhir serta menta’ati segala perintah dan larangan-Nya.
4.      Untuk diuji siapa yang paling baik amalnya diantara kamu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (Q.S Al-Mulk (67) : 2).
Khot Arab.
Artinya : “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya  dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
Yang dimaksud dengan amal yang paling baik menurut ahlul ilmi (ulama’) antara lain, seperti perkataan seorang Tabi’in yang terkenal Fudhail bin Iyadh yaitu : “Amal yang paling ikhlash, semata-mata karena Allah, dilaksanakan dengan benar, bersih dari segala bentuk syirik baik syirik besar maupun  syirik kecil (riya’) dan yang paling mengikuti sunnah, bersih dari segala bentuk bid’ah.”
Jadi amal yang baik itu tidak dilihat dari segi kuantitasnya tetapi dari segi kualitasnya, maka amal yang berkualitas adalah amalan yang ikhlas dan mengikuti sunnah.
Disamping antum  wajib menyadari tujuan hidup sebagaimana telah diuraikan diatas, antum juga wajib sadar, sebenarnya antum itu darimana? Sekarang dimana? Dan akan kemana?.
Antum wajib dan harus sadar bahwa kampung dunia yang sedang antum tempati dan diam serta duduk diatasnya bukan kampung dan tempat tinggal antum yang sebenarnya, tempat tinggal antum yang sebenarnya adalah surga atau neraka. Jika antum menyadari tugas hidup dan melaksanakannya, Insya Allah dengan rahmat-Nya antum akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan kebahagiaan dan kenikmatan, tetapi sebaliknya jika antum acuh tak acuh dan tidak memperdulikannya antum akan dimasukkan ke dalam neraka yang penuh penderitaan dan penyiksaan.
Maka dari itu marilah Bismillah, dengan nama Allah dan bertawakkal kepada-Nya, kita layarkan bahtera kita menuju kampung kita yang sebenarnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (Q.S (Ali- Imran (3) : 133)).
Khot Arab.
     Artinya : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang yang bertakwa
Asy-Syaikh Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah menyatakan dalam syair.,
Khot Arab Syair.
     “Maka marilah kita menuju surga-surga Adn, karena sesungguhnya ia kampung tinggalmu yang pertama, dan didalamnya terdapat khemah-khemah, (tempat tinggal yang indah).
Tetapi sayangnya kita tertawan oleh musuh kita (godaan syaitan dan dunia), oleh karena itu bagaimana pendapatmu, kita kembali saja ke negeri kita di surga atau kita menyerah di sini?
     Apabila hati antum telah benar-benar sadar akan hal-hal tersebut dan telah terbangun dari kelalaiannya selama ini, maka tahapan berikutnya antum wajib memiliki tekad yang bulat dan azzam (kemauan yang keras) untuk berlayar dan menuju ke tempat tujuan yang dicita-citakan dan di dambakan dengan menyingkirkan dan membuang segala rintangan dan penghalang apapun bentuknya yang menghalang-halangi safar dan perjalanan antum sampai kepada tujuan baik berbentuk aqidah (keyakinan), fikrah (pemikiran) maupun ibadah dan manhaj (pedoman) hidup yang bertentangan dengan Islam dan sebagainya dan pada masa yang sama antum harus berusaha mencari dan mengumpulkan segala sesuatu yang bisa menolong dan membantu antum untuk dapat sampai ke tempat tujuan.
     Dengan kesadaran yang ada pada diri antum dengan sendirinya akan melahirkan “fikrah” (pemikiran), yaitu terfokusnya atau terpusatnya hati antum terhadap sesuatuyang di tuntut atau dicari atau yang dituju yang telah dipersiapkan sebelumnya  secara global tetapi belum mengetahui secara detailnya dan bagaimana jalannya untuk menuju kepadanya.
     Jika fikrah atau pemikiran antum sudah betul  dan benar, maka dari sinilah Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan karunia-Nya kepada antum yang bernama “Al-Bashirah”, yaitu Nur atau cahaya kedalam hati yang mana dengan cahaya tersebut antum dapat meyakini seyakin-yakinnya, seolah-olah menyaksikan dengan mata kepala akan janji-janji Allah berupa kenikmatan dan ancaman-ancaman-Nya, berupa siksaan, surga-Nya dan neraka-Nya, apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sediakan untuk para wali-wali-Nya di dalam surga dan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala peruntukkan bagi musuh-musuh-Nya di dalam neraka, ketika dengan bashirah antum bisa melihat keadaan manusia ketika keluar dari kubur-kubur mereka dengan cepatnya memenuhi seruan Tuhannya dengan berbagai macam keadaan sesuai keadaan amal mereka, mereka di giring ke mahsyar (tempat berkumpul) untuk diadili, ketika itu matahari di dekatkan hanya sejarak satu jengkal saja sehingga manusia pada saat itu merasakan panas yang hebat dan luar biasa,  ada yang tenggelam dengan peluhnya atau keringatnya sendiri, ada yang mencapai kerongkongannya ada pula yang separoh badannya sesuai dengan amal masing-masing.
     Mereka menderita haus dan dahaga yang amat sangat, sementara dinampakkan telaga yang sangat luas yang mana jaraknya dari tepinya ke tepi yang lain tidak dapat ditempuh oleh kendaraan yang paling cepat di dunia selama 100 tahun perjalanan, gelas dan pialanya terbuat dari perak diantara airnya ada yang berwarna putih bersih seperti susu, segar dan lezat bagi peminumnya barangsiapa yang dapat meminumnya tidak akan merasa haus dan dahaga selama-lamanya, namun yang dapat meminumnya hanya sebagian kecil dari manusia yang ada disana.
     Ketika itu mereka menerima buku catatan amal-amal mereka, ada yang menerima dengan tangan kanannya, maka berbahagialah ia dan akan masuk ke dalam surga dan ada yang diberikannya dari belakangnya, maka dia akan berteriak “celakalah aku”, dia akan dimasukkan ke dalam neraka.
Ketika itu juga diletakkan neraca timbangan amal, barangsiapa yang berat timbangan amal kebaikannya, maka mereka akan dimasukkan ke dalam surga dan barangsiapa yang ringan timbangan kebaikannya akan masuk ke dalam neraka. Dan dibentangkan “titian” diatas neraka, untuk menyeberangi titian yang sangat kecil lagi tajam ini, seluruh manusia melewatinya, mereka mendapatkan cahaya yang berbeda-beda sewaktu menyeberanginya ada yang terang benderang, ada yang gelap gulita sehingga tidak dapat melihat apapun ketika hendak melewatinya, sementara api menjilat-jilat sebagiannya dengan sebagian yang lain dibawahnya banyak sekali manusia berjatuhan sewaktu menyeberang dan sedikit sekali yang selamat.
Jadi dengan “bashirah” hati antum akan dapat melihat hal-hal ghaib yang sebagiannya tersebut diatas dengan jelas seolah-olah melihat dengan mata, sehingga antum benar-benar meyakini kehidupan akherat dan keabadiannya serta yakin bahwa dunia ini akan cepat sirna.
     Maka “bashirah” adalah cahaya yang dimasukkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hati hamba-hamba-Nya, sehingga dengan cahaya itu dia bisa melihat sebenar-benarnya apa yang diberitahukan oleh para Rasul seolah-olah dia menyaksikan dengan mata kepalanya, sehingga dia membenarkannya.
Sahabat dan handai taulanku yang aku kasihi…
Untuk melengkapi keterangan tentang “bashirah”, baiklah akan ana sampaikan mengenai tingkatan bashirah.
Bashirah terbagi dalam tiga derajat tingkatan, barangsiapa yang bisa menyempurnakan ketiga-tiganya berarti telah sempurnalah bashirahnya.
1.      Bashiratu fil Asmaa’ Wa Shifaati   : Bashirah dalam nama-nama Allah
  Subhanahu wa Ta’ala dan sifat-sifat-Nya
2.      Bashiratu fil Amri wa An-Nahyi.   : Bashirah dalam hal perintah dan
larangan-larangan-Nya
3.      Bashiratu fil Wa’di wal Wa’iidi                 : Bashirah dalam hal janji-janji-Nya
baik berupa ridho-Nya, pahala-Nya dan
surga-Nya, dan janji-Nya yang berupa
ancaman, seperti murka-Nya, siksa-Nya dan
neraka-Nya.
  1. Adapun yang dimaksud bashirah dalam hal nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya antara lain uraiannya sebagai berikut :
     Jangan sampai keimanan dan keyakinan antum terhadap nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya terpengaruh dengan syubhat (kesamaran) yang bertentangan dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sifatkan kepada Diri-Nya sendiri dan apa yang telah Rasulullah Sholalloohu ‘alaihi wa sallam sifatkan kepada-Nya. Sebab jik aada syubhat atau kesamaran dan keraguan pada diri antum yang bertentangan dengan apa yang dimaksudkan oleh Allahdan Rasul-Nya, berkenaan dengan nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya berarti kedudukannya sama dengan syubhat dan ragu-ragu dalam hal wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala.
     Menurut Ahlul Bashoir (orang-orang yang memiliki bashirah) bahwa musibah atau bencananya sama saja antara orang yang ragu-ragu terhadap asma dan sifat-sifat Allah dengan orang yang ragu-ragu akan wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala.
     Sahabatku dan saudaraku serta handai taulanku yang aku kasihi -Hafidzhakumullah- lebih jelasnya kalau kita uraikan lebih rinci –Al-Bashirah fil Asma’ wa Shifat ialah sebagai berikut :
Hati kita wajib bersaksi dan meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala beristiwa’ (bersemayam) diatas Arsy-Nya, bercakap-cakap  (berbicara) dengan perintah-Nya dan larangan-Nya, Dia mengetahui segala gerak-gerik alam semesta baik yang atas maupun yang bawah, mengetahui seluruh orang-orangnya dan dzat-dzat-Nya. Dia Maha Mendengar suara-suara mereka, hati-hati mereka dan rahasia-rahasia mereka.
     Urusan seluruh kerajaan berada di bawah pengaturan-Nya, turun dari sisi-Nya dan naik kepada-Nya. Dia disifati dengan segala sifat kesempurnaan dan keagungan bersih lagi suci dari segala aib (kecacatan), kekurangan dan penyerupaan. Dia sebagaimana yang Dia sifatkan kepada Diri-Nya dalam kitab-Nya dan jauh diatas apa yang disifatkan dengan-Nya oleh makhluk-Nya.
Dia Maha Hidup dan tidak pernah mati, Maha Tegak tidak pernah tidur, Maha Mengetahui segala-galanya, tidak ada sesuatu yang tersembunyi terhadap-Nya seberat zarrah (atom) pun baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Dia Maha Melihat, melihat jalannya semut hitam diatas batu hitam di malam yang kelam. Dia Maha Mendengar, mendengar seluruh suara-suara yang beraneka ragam bahasa dan kebutuhan atau keperluan yang berbeda-beda. Telah tamat dan sempurnalah kalimat-kalimat-Nya dalam keadaan benar dan adil.
     Maha Agung lagi Maha Besar sifat-sifat-Nya jika dibandingkan dengan sesuatu dari dzat-dzat lain dari makhluk-Nya. Baginyalah hak mencipta dan memerintah, kepunyaan-Nyalah segala nikmat dan karunia, Milik-Nyalah segala kerajaan dan pujian, bagi-Nya segala puja dan puji, sanjungan dan kebesaran. Dzat yang paling awal tidak ada sesuatupun sebelum-Nya dan Dzat yang paling akhir, tidak ada sesuatupun sesudah-Nya. Dia Adz-Dzahir (Yang Maha Tinggi) tiada diatasnya sesuatu apapun, dan Dia Al-Bathin yang tidak ada sesuatupun yang menghalangi-Nya dan Dia lebih dekat kepada makhluk-Nya daripada makhluk itu sendiri kepada dirinya.
     Nama-nama-Nya seluruhnya adalah nama-nama yang terpuji, disanjung dan diagungkan. Oleh karena itu disebut “Husna” (yang baik). Seluruh sifat-sifat-Nya adalah sifat-sifat kesempurnaan dan kebesaran dan seluruh af’al-af’al (perbuatan)-Nya merupakan hikmah, rahmat, maslahah dan adil.
Segala sesuatu dari makhluk-Nya menjadi pertanda akan kebesaran-Nya dan menjadi petunjuk bagi orang yang  melihat dengan mata bashirah kepada-Nya, Dia tidak akan menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya dengan sia-sia, dan tidak membiarkan manusia begitu saja tanpa pertanggung jawaban, bahkan Dia menciptakan manusia dengan tujuan agar mereka mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya. Dia menyempurnakan nikmat-Nya untuk mereka agar dengan nikmat itu mereka mensyukurinya supaaya dapat menjadi wasilah kepada tambahnya karomah-Nya (kemuliaan-Nya).
     Dia mengenali hamba-Nya dengan berbagai bentuk pengenalan, Dia menjadikan ayat-ayat (tanda-tanda) kebesaran dan keagungan-Nya bagi mereka danmemberikan kepadanya berbagai macam dalil-dalil. Dia menyeru mereka kepada kecintaan-Nya dari segala penjuru pintu dan Dia telah memanjangkan antara diri-Nya dengan hamba-hamba-Nya dari janji-Nya sekuat-kuat sebab-sebab.
Maka Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya keatas mereka, dan telahmenetapkan rahmah kepada Diri-Nya dan ketentuan yang ditetapkan-Nya mengandung rahmat-Nya sehingga mengalahkan marah-Nya atau murka-Nya.
Saudara-saudaraku yang aku kasihi -wafaqakumullah- (semoga Allah memberikan taufiq kepadamu)
     Dalam memahami asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau bashirah dalam hal nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya antum akan mendapati seribu satu golongan dan sekte manusia dari yag mengikuti sunnah dankebenaran hingga yang mengikuti hawa nafsu, bid’ah dan kebatilan, hal ini sesuai dengan beragamnya makrifat dan pemahaman mereka terhadap nash-nash yang dibawa oleh Rasulullah Sholalloohu ‘alaihi wa sallam serta ilmu terhadap syubhat atau kesamaran yang bertentangan dengan hakekatnya.
     Dan antum akan mendapati bahwa golongan manusia yang paling buruk dan paling lemah bashirahnya dalam hal ini adalah “Ahlul Kalam” (orang-orang yang mengikuti akal dan rasionya yang sudah rusak dan gila, sehingga dalam memahami nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadits termasuk nash yang berhubungan dengan  nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala dipelintir-pelintir, disesuaikan dengan otak dan akalnya yang sudah rusak). Golongan ini merupakan golongan manusia yang paling dibenci oleh ulama’ salaf di kalangan kaum muslimin.
Jikalau antum perhatikan dengan seksama keadaan orang awam yang kebanyakan bukan orang beriman menurut kebanyakan mereka, antum akan mendapati bahwa bashirah mereka lebih baik daripada bashirah “Ahlul Kalam”, iman merekapun lebih kuat dan penyerahannya terhadap wahyu lebih besar danlebih berpegang teguh kepada kebenaran.
Insya Allah mengenai golongan-golongan sesat ini dari ahlul ahwa’ ahlul bid’ah, ahlu wihdatil wujud dan lain sebagainya akan dijelaskan kemudian.
  1. Derajat yang kedua dari Al-Bashirah.
     Yaitu Al-Bashirah dalam hal perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maksudnya ialah membersihkan atau menghindarkan diri dari segala bentuk penentangan terhadap perintah dan larangan, Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah, baik penenetangan itu dengan takwil (penafsiran yang tidak sesuai dengan qoidah yang benar) atau dengan taqlid (fanatic buta tanpa mengetahui dasarnya) atau dengan hawa nafsu dan syahwat.
Dengan demikian tidak tersisa sama sekali syubhat atau kesamaran dan keraguan dalam hati untuk menantang ilmu yang benar terhadap perintah Allah dan larangan-Nya dan tidak pula adanya syahwat atau hawa nafsu yang mencegah dan menghalang-halangi dari melaksanakan perintah dan larangan itu, berpegang teguh kepadanya dan mengambilnya, serta tidak bertaqlid yang menjadikan malas dan tidak mencurahkan kesungguhannya dalam mendapatkan dan mengeluarkan hukum-hukum dari nash-nash baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Maka dengan ini dapat diketahui Ahlul Bashirah dari kalangan ulama’ yang sebenarnya dan yang hanya membawa kepalsuan saja.
  1. Derajat yang ketiga dari Al-Bashirah.
     Yaitu Al-Bashirah dalam hal Al-Wa’du (janji yang baik berupa nikmat) dan Al-Wa’id (janji berupa ancaman siksa). Maksudnya kita bersaksi dan meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan balasan kepada setiap jiwa atau orang terhadap segala perbuatan yang dilakukan manusia berupa perbuatan baik maupun yang buruk, baik balasan yang disegerakan (di dunia) maupun yang terkemudian (akhirat).
     Dikampung tempat beramal dan kampung tempat pembalasan, karena yang demikian itu adalah merupakan tuntutan dan bukti uluhiyyah-Nya dan rububiyah-Nya, keadilan-Nya dan hikmah-Nya. Meragukan atau syak dalam hal ini berarti telah meragukan uluhiyah-Nya dan Rububiyah-Nya bahkan syak dan ragu-ragu pada wujud-Nya.
     Maka sesungguh-Nya mustahil atas Allah menyelisihi yang demikian itu, artinya tidak mungkin dan tidak patut terjadi Allah membiarkan manusia begitu saja tanpa dimintai pertanggung jawaban, tanpa adanya balasan amal baik maupun amal yang buruk, dengan kata lain ditinggalkan begitu saja secara sia-sia, Maha Suci Allah dari prasangka ini.
     Maka kesaksian akal terhadap jaza’ (balasan) adalah sebagaimana kesaksiannya terhadap ke-Esaan Allah, oleh karena itu benarlah pernyataan yang menyatakan bahwa hari akhir atau hidup sesudah mati itu dapat dimaklumi dan diketahui dengan akal namun yang memberitahukan secara rinci adalah wahyu. Sehingga Allah menjadikan ingkar terhadap hari kemudian atau hidup sesudah mati sebagai kufur terhadap-Nya, karena sesungguhnya ia telah ingkar terhadap qudrah (kekuasaan)-Nya dan Ilahiyah-Nya (ketuhanan-Nya), yang mana keduanya jika dikufuri berarti telah kufur terhadap-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala, berfirman : (Q.S : Ar-Ra’du (13) : 5).
Khot Arab.
Artinya : “Dan jika (ada sesuatu) yang kamu herankan, maka yang patut mengherangkan adalah ucapan mereka;”Apabila kami telah menjadi tanah, apakah kami  sesungguhnya akan (dikembalikan) menjadi makhluk yang baru?Orang-orang itulah yang kafir kepada Tuhannya, dan orang-orang itulah (yang dilekatkan) belenggu di lehernya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.“
Dalam memahami ayat ini ada dua pendapat :
·        Jika kamu heran dengan ucapan mereka (Apabila kami telah menjadi tanah, apakah sesungguhnya kami akan (dikembalikan) menjadi makhluk yang baru.) dan memang kita patut heran dengan ucapan mereka! bagaimana mereka mengingkari hal ini, sedangkan mereka telah diciptakan dari tanah, yang sebelumnya belum menjadi sesuatu.
·        Jika kamu heran dengan tindakan mereka menyekutukan Allah, enggan mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya satu-satu-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya, Maka Ingkar mereka terhadap hari kebangkitan dan ucapan mereka (Apabila kami telah menjadi tanah apakah sesungguhnya kami akan (dikembalikan), menjadi makhluk yang baru?) dan tentunya hal ini lebih mengherangkan lagi.
    Kedua pendapat tersebut bisa disimpulkan bahwa ingkar terhadap hari kemudian adalah sesuatu yang mengherankan dari manusia dan ingkar terhadapnya sama dengan ingkar dan kufur terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, ingkar terhadap qudrah-Nya, ingkar terhadap Ilahiyah-Nya, hikmah-Nya, adil-Nya dan kerajaan-Nya.
     Sahabatku dan saudaraku yang aku kasihi –Hafidzhakumullahu wa roo’akum-….
Sebagai tambahan keterangan mengenai Al-Bashirah, disamping yang telah di uraikan diatas.
Sebagian ahlul ilmi menta’rifkan (mendefinisikan) bahwa Al-Bashirah adalah ma’rifat (pengetahuan) yang dapat membedakan antara Al-Haq (Kebenaran) dan Al-Bathil (Kesesatan). Rasulullah Sholalloohu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikutinya berdakwah dan menyeru kepada Allah dengan bashirah.
Ada juga yang menyatakan bahwa Al-Bashirah adalah sesuatu yang bisa membebaskan dirimu dari kebingungan baik dengan keimanan atau keyakinan dengan penyaksian dan penglihatan mata. Al-Bashirah bisa menumbuhkan Al-Firasah Ash-Shodiqoh (firasat yang benar) dalam hati seseorang.
Al-Firasah (Firasat yang benar) ialah Nur (cahaya) yang Allah masukkan dalam hati seseorang, dengan cahaya tersebut ia dapat membedakan antara yang haq dan yang batil, antara orang yang jujur dan pendusta.
Allah Subhanahu wa Ta’ala, berfirman (Q.S Al-Hijr (15) : 75).
Khot Arab.
Artinya : “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda (Al-Mutawassimiin.
Berkata Mujahid (nama salah seorang ahli tafsir): bahwa Al-Mutawassimin berarti Al-Mutafarrisiin (orang-orang yang mempunyai firasat yang benar), Rasulullah Sholalloohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Khot Arab.
Artinya : Dari Abu Said Al-Khudry radhiyallahu anhum , dari Nabi Sholalloohu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya ia bersabda :”Takutlah kamu pada firasat orang yang beriman, karena sesungguhnya ia melihat dengan nur (cahaya) Allah Azza wa Jalla (Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung) lalu beliau membaca (ayat tersebut diatas). (H.R. Tirmidzi).
Sahabatku dan saudaraku yang aku kasihi -Hayyakumullah- (semoga Allah menghidupkan kamu dengan iman)…
     Oleh karena begitu pentingnya Al-Bashirah, maka berusahalah dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkannya yaitu dengan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, memahami asma’ dan shifat-Ny, memahami perintah dan larangan-Nya, memahami, mempercayai dan meyakini wa’d dan wa’id-Nya berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Ulama’ Salaf.
     Yang dimaksud dengan ulama’ Salaf adalah : ulama’-ulama’ yang jujur dan tisqqah (dapat dipercaya) yang hidup pada zaman tiga abad pertama tahun Hijriyah., yaitu pada masa Sahabat radhiyallahu anhum  (abad pertama), kemudian para Tabi’in yaitu pengikut atau murid-murid sahabat (abad kedua) kemudian masa Tabi’ut-Tabi’in  yaitu pengikut dan murid-murid para tabi’in (abad ketiga) dan ulama’-ulama’ sesudah mereka yang hidup sesudahnya dan mengikuti mereka.
Rasulullah Sholalloohu ‘alaihi wa sallam, bersabda :
Khot Arab.
Artinya : “Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhum  bahwa Nabi Sholalloohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah pada abadku, kemudian berikutnya kemudian berikutnya”  (H.S.R Imam Muslim).
     Sahabatku dan saudaraku yang aku kasihi…. Jika antum semua sudah sadar, bashirah yang dimiliki, tujuan sudah jelas, azzampun kuat maka berangkatlah dengan penuh tawakkal kepada Allah, lazimilah muhasabah (menghitung/introspeksi diri) dan bertaubatlah, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah dan taufiq-Nya kepadamu sekalian, sehingga antum sampai kepada tujuan akhir dengan selamat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar