Sabtu, 28 Mei 2011

KOREKSI MAJALAH ASY SYARI'AH. 0 1


KOREKSI DAN PELURUSAN
TERHADAP SEBAGIAN SYUBUHAT MAJALAH ASY SYARI'AH

I.       Mukaddimah.


            Sebenarnya sudah sejak lama saya menemukan pendapat-pendapat ganjil dan aneh yang menurut saya tidak sesuai dengan akal sehat maupun …… dari sebagian saudara-saudara kita yang mengaku ‘salafi’ dari sesudah terjadinya fitnah dan krisis Teluk pada tahun 1990 M sampai hari ini, baik yang saya peroleh dari membaca buku, majalah, risalah, mendengarkan ceramah, dalam kaset maupun bermudzakarah secara langsung dan menyaksikan ……….. sebagian pengikutnya. Maka saya sudah tidak kaget lagi sewaktu membaca beberapa keganjilan yang terdapat dalam majalah “Asy Syari'ah” tersebut sebagaimana kaget dan terperanjatnya salah seorang hamba Allah dari kalangan orang awan yang belum begitu mengerti merah dan hijaunya harakah sewaktu membaca majalah itu.
            Hamba Allah ini kebetulan dengan izin Allah bertemu dengan saya, setelah salam dan tanya kabar, dia mengatakan bahwa dia telah membaca satu majalah yang isinya aneh, maka sayapun bertanya kepadanya, apa keanehannya? Dia tidak bisa menjelaskan juga lalu dia katakan, insya Allah nanti kalau ada kesempatan saya akan kirimkan kesini. Alhamdulillah akhirnya sampailah majalah yang dimaksudkan itu kepada saya, yaitu majalah ‘Asy Syari'ah’ Vol 1/No.05/Februari 2004 Dzulhijjah 1424 H yang cover depannya tertulis “Menyikapi kejahatan penguasa”, setelah saya buka dalam kajian utama, di situ terdapat beberapa judul makalah, yaitu:
1.      Kewajiban Taat Kepada Pemerintah, oleh: Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed.
2.      Menyikapi Penguasa Yang Kejam, oleh: Al Ustadz Qoamr Suadi, Lc.
3.      Pemberontakan Tidak Akan Membawa Dampak Positif, oleh: Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed.
4.      Cara Menasihati Penguasa, oleh: Al Ustadz Qoamr Suadi, Lc.
5.      Kapan Dibolehkan Memberontak, oleh: Al Ustadz Qoamr Suadi, Lc.
Begitu saya baca makalah-makalah tersebut lisan saya tergerak berucap, “Subhanallah”, bukan karena heran dan ta’ajub terhadap isi dan kandungan majalah,  tetapi merasa kagum begitu sensitif hamba Allah tadi, sehingga dapat merasakan ada keanehan dalam tulisan-tulisan tersebut, padahal dia bukan lulusan pesantren, bukan orang yang sudah terbina dalam majlis-majlis taklim dan halaqah-halaqah tarbiyah dan sebagainya.
Memang seseirang itu jika masih sesuai dengan fitahnyam diberi kemudahan oleh Allah Ta’ala untuk bisa membedakan antara yang haq dan yang batil dan dimudahkan untuk mengikutinya minimal menyetujuinya dan mendo’akannya, berbeda dengan orang-orang yang fitrah dan fikirannya telah teracuni dengan racun bid’ah dan dhalala. Seorang penggembala kerbau yang tidak berpengetahuan dan tidak pernah sekolah sama sekali, dia hanya hafal beberapa bacaan dalam shalat itupun tidak genap sebab kecerdasannya rendah sekali, tetapi begitu dia mendengar negara gembong kafir ………… Amerika terkena serang, pentagon markas tentara syaitan orak poranda dan gedung maskas ekonomi riba dunia WTC luluh lantak, langsung dia jingkrak-jingkrak sambil membunyikan pecutnya sebagai tanda rasa syukur kepada Allah, sebab dia belum sempat belajar tata cara bersyukur sesuai dengan syari'at. Tetapi sebaliknya, orang-orang sufi yang telah kotor fitrah dan hatinya dengan kesesatan dan bid’ah mereka mengatakan: “orang-orang yang mengaku mujahidin itu kerjanya tidak ada lain selain mengirim orang-orang non muslim masuk ke dalam neraka, coba kalau mereka tidak dibunuh, siapa tahu beberapa hari lagi mereka mau masuk Islam karena dakwah kita, jadi kita bisa kirim mereka ke sutga. Lain pula dengan sebagian orang yang mengaku ‘salafi’ karena sudah terkena kuman sufi, irjai, dan jabari, lagi pula telah tertanam pada dirinya rasa benci terhadap jama’ah-jama’ah jihad dan mujahidin, maka begitu mengetahui ini, mereka malah sinis dan nyeletuk, katanya: “kalau itu benar dilakukan orang Islam, paling-paling tindakan orang-orang khawarij yang emosi dan ambisi itu.” Sementara komentar orang-orang sekuler dan para pengusung paham materialisme lain lagi kata mereka: “itu tidak lai adalah perbuatan orang-orang berkepala batu, tidak tahukan bahwa Amerika dengan WTC nya itu membawa kesejahteraan ekonomi dunia, kenapa harus dihancurkan.
Si penggembala kerbau yang buta huruf itu disamping bersyukur kepada Allah dia tidak lupa juga senantiasa berdoa untuk para mujahidin dengan bahasanya sendiri yang maksudnya “Ya, Allah. Tolonglah para mujahidi.”
Begitulah kira-kira kelebihan sang penggembala kerbau dibandingkan dengan orang-orang yang telah terjangkit kuman dan virus bid’ah, fitnah syubuhat dan syahawat, meskipun ilmu pengetahuannya sedugang tetapi tidak dapat memahami masalah yang sebenarnya.
Semula saya kurang tertarik menanggapi perkara-perkara yang ganjil tersebut secara tertulis, pertama karena saya tidak pakar menulis, kedua saya anggap sudah banyak tulisan-tulisan dan risalah-risalah yang dikeluarkan oleh jama’ah-jama’ah jihad as salafiyah dan mujahidin yang membahas hal-hal yang diperselisihkan seperti masalah tandhim, bai’ah, jama’ah, imamah, jihad, tarbiyah, memberontak penguasa, qaidah takfir, dan lain sebagainya. Dengan perbahasan yang jelas dan gamblang berdasarkan Al Kitab dan As Sunnah menurut pemahaman salaf. Tulisan-tulisan itu saya anggap sudah cukup untuk membongkar syubuhat-syubuhat dan bid’ah-bid’ah yang terdapat pada sebagian golongan yang mengaku “salafi” termasuk pandangan yang ganjil-ganjil tersebut. Ketiga, saya tidak ada waktu untuk melayani perkara-perkara ini, hal-hal yang lebih penting masih banyak yang perlu dikerjakan. Keempat, sejak belasan tahun yang lalu saya senantiasa berhusnuzhzhan kepada kelompok yang mengaku “salafi” ini, termasuk kepada orang-orang yang tidak tanggung-tanggung telah melemparkan fitnah terhadap diri saya dan menghinakan saya, misalnya mengatakan bahwa saya adalah khawarij, ahlul bid’ah, ahlul ahwa’, tidak boleh dan tidak shah shalat dibelakang saya dan lain sebagainya, tetapi alhamdulillah dengan ma’unah Allah Ta’ala semata, saya mampu menghadapinya dengan sabar, karena menurut prinsip saya pada waktu itu, bahwa kelompok yang mengaku “salafi” inilah yang paling banyak pandangan dan pendapatnya baik dalam masalah aqidah maupun syari'ah yang bersesuaian dengan pegangan saya. Kalau ada satu dua masalah yang ana anggap kurang tepat bahkan ganjil, saya anggap sesuatu yang wajar, sebab tidak ada manusia yang sempurna dan mahshum kecuali para anbiya.
Demikianlah prinsip saya pada awal-awal dalam menyikapi mereka sambil berharap kepada Allah mudah-mudahan pafa suatu hari nanti masing-masing kembali kepada kebenaran dan meninggalkan syubuhat-syubuhatnya dan bid’ah-bid’ahnya. Tapi ternyata harapan tinggal harapan, orang-orang yang mengaku “salafi” khususnya sebagian dari ustadz-ustadznya yang muda-muda yang menurut saya – wallahu a’lam – semangat dan emosinya lebih menonjol dari ilmu dan pertimbangan sehatnya, mereka ini justru menjadikan hal-hal yang saya anggap ganjil tersebut sebagai ciri utama kesalafiannya, mereka berbangga dengan ciri keganjilan tersebut, mendakwahkan dengan sekuat-kuatnya dan dengan segala kemampuan yang dimiliki kepada ummat dan masyarakat umum tanpa ada penghalang sama sekali bahkan tanpa disadari atau disadari, telah tertipu dan sombong  berselimutkan perkara-perkara yang ganjil itu, yaitu menganggap bahwa pendapatnya dan pandangannya yang saya nilai ganjil itu, sebagai satu-satunya pendapat yang paling benar, paling sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah dan yang paling mengikut salaf, merekalah yang berhak menyandang golongan ahlus sunnah wal jama'ah, ahlul hadits, al firqah an najiyyah, ath thaifah al manshurah dan sebagainya, sedang orang atau kelompok yang menyelisihi pendapatnya tanpa ragu-ragu sama sekali dicap sebagai ahlul bid’ah, ahlul hawa’, ahludh dhalah, tidak mengikut Al Qur’an dan As Sunnah, orang yang emosi, orang yang ambisi, teracuni virus-virus politik dan julukan-julukan lain yang tidak sepatutnya.
Jikalau kita mau mengkaji secara teliti dan cermat, dengan adil kita dudukkan setiap persoalan pada kedudukan yang sebenarnya, kita hindarkan diri kita dari sifat kezaliman (meletakkan sesuatu tidak pada kedudukan yang sebenarnya) dengan mengetahui akar setiap persoalan sesuai dengan manhaj salaf, maka kita akan dapat menarik kesimpulan bahwa Al Qur’an, As Sunnah, ahlus sunnah wal jama'ahlul hawa', ahlul hadits dan ulama-ulama yang agung yang bermanhaj salaf antara lain: Imam Malik, Imam As Syafi’i, Imam Sufyan At Tsauri, Imam Abdillah bin Mubarak, Imam Al Laits bin Saad, Imam Ishaq bin Rawahiyah, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Sufyan bin ‘Uyainah, Imam Auza’i, Imam Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Imam Abu Zar’ahlul hawa', Imam Abu Hatim Ar Raziyan (lihat Daru Ta’arudhil ‘uqal wa naql” Ibnu Taimiyyah 2/95-98) dan lain sebagainya. …………..teks arab………… Mereka ini berlepas diri dari pendapat-pendapat yang ganjil-ganjil tersebut.
Maka saya bisa mengibaratkan orang-orang yang mengaku “salafi” khususnya yang begitu agresif menyerang jama’ah-jama’ah jihad as salafiyyah yang hari ini sedang berjihad dimana-mana, melawan musuh-musuh Allah, musuh-musuh Rasul-Nya dan musuh-musuh kaum muslimin, orang-orang itu bagaikan ahlul bid'ah - kalau bukan ahlul bid'ah' – yang terus menerus dalam bid’ahnya dan mendakwahkan bid’ahnya kepada orang lain.
Melihat kenyataan seperti ini, saya merasa berkewajiban menanggapi hal-hal ganjil tersebut dengan tulisan, karena cintakan kebenaran, bukannya saya tidak mencintai ikhwah yang berada di kelompok “salafi” sesama muslim mesti saling mencintai, tetapi al haq lebih saya cintai daripada mereka. Namun niat dan hasrat tidak menjadi kenyataan karena tidak punya keahlian untuk menulis, lagi pula sikon tidak mengizinkan. Alhamdulillah hasrat dan niat tersebut terpenuhi apabila Allah Ta’ala mentaqdirkan saya menjalani suasana hidup yang baru da menganugrahkan nikmat faragh yang cukup kepada saya, sehingga ada peluan untuk memikirkan hal tersebut, tapi masalahnya sarananya tidak terpenuhi terutama kitab-kitab maraji’ (referensi). Namun demikian, saya tidak berputus asa dengan keadaan yang ada, saya berusaha dengan kemampuan. Alhamdulillah dengan izin Allah dan ma’unah-Nya saya berhasil menulis makalah atau risalah yang saya beri judul “At Thaifah al Manshurah I, II , dan III” dan insya Allah judul-judul yang lainnya. Risalah At Thaifah al Manshurah I & II muatannya kebanyakan saya nukil dari kitab Al Jihad wl Ijtihad Ta’ammulat fil Manhaj, tulisan Asy Syaikh Umar bin Mahmud Abu Umar dan lain-lain.
Dalam risalah tersebut saya telah menjelaskan dari contoh-contoh bid’ah yang dipegangi oleh sebagian kelompok yang mengaku “salafi” baik bid’ah kesufiyannya, bid’ah irja’nya (mengikuti golongan murji’ah) maupun bid’ah jabariyahnya, di samping itu saya juga telah menjelaskan secukupnya tentang kufurnya para penguasa yang mencipta hukum dan berhukum selain  yang diturunkan Allah – insya Allah – dengan risalah tentang pembaca yang inshaf dapat mengetahui syubuhat-syubuhat, kesesatan-kesesatan dan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam majalah Asy Syari'ah vol 1 no.05 pada rubrik Kajian Utama sebagaimana yang telah tersebut di atas, yang mana di antara kesesatannya adalah meletakkan dalil-dalil baik Al Qur’an maupun As Sunnah, demikian juga qaul shahabi, qaul tabi’in dan qaul ahlul ‘ilmi tidak pada tempatnya. Dalil-dalilnya memang shahih tidak perlu diragukan, akan tetapi tidak pada tempatnya. Semuanya di “gebyah uyah” dan disamakan, bagaikan orang yang kurang sehat akalnya dan kurang pengalamannya, sehingga menyamakan antara yang putih dengan yang hitamm antara juss dengan khamr, antara pohon kurma dengan kelapa sawit, antara dhab dengan biawak, antara belut dengan ular, antara kebau dengan banteng, antara Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi dengan penguasa-penguasa sekuler pada masa kini dan seterusnya.
Supaya lebih jelas dan tidak menjadikan pembaca penasaran, baiklah saya tuliskan sebagian dari keganjilan yang saya maksudm selain yang terdapat dalam majalah Asy Syari'ah, silakan para pembaca menilai dengan akal yang sehat, apakah benar-benar perkara-perkara yang saya maksudkan itu ganjil ataukan justru saya yang ganjil, nilailah dengan seadil-adilnya.
A.     Pendapat-pendapat yang ganjil
1.      Ucapan As Syaikh Abu Bakar Al Jazairi (Imam Masjid An Nabawi)[1]
      …….(teks arab)………………., artinya: Semoga Allah membalas Amerika dengan sebaik-baiknya. Doa ini dilaungkan sewaktu terjadi fitnah buta krisis Teluk, yang mana Amerika dianggap telah berjasa besar, karena Bush dan sekutu-sekutunya yang salibis kafir itu, bersedia bergandeng tangan golongan para pemimpin negara Saudi Arabia dan negara-negara Teluk untuk memerangi kaum muslimin dan negaranya (Irak). Pada fitnah yang gelap gulita itu, penduduk Teluk dan Jazirah – kecuali yang dirahmati Allah – menganggap Saddam Mujrim itu seperti Shalahuddin al  Ayubi (seorang mujahid dan pahlawan Islam yang agung) bahkan ada isu mereka telah melihat gambar Saddam di bulan dsb.
Jika ditinjau dari segi materi duniawi, memang luar biasa jasa negara-negara salibis Eropa, tentara Inggris dan Amerika terhadap negara-negara Arab termasuk Saudi Arabia, baik sewaktu perang Teluk dan jauh-jauh sebelumnya. Bahkan musibah revolusi tersebut berarti memisahkan diri dari khilafah Islamiyyah Utsmaniyyah di Turki – ini juga tidak terlepas dari tangan-tangan kotor salibis dan zionis terutama Inggris – lalu berdirilah kerajaan-kerajaan yang direstui oleh mereka, dengan demikian keadaan khilafah Islamiyyah semakin loyo, dan pada akhirnya runtuhlah pada tahun 1924 M akibat persekongkolan jahat negara-negara salibis (Inggris, Prancis, Itali, dan Yunani) yang dipelopori oleh Yahudi internasional bekerja sama dengan gembong munafiq Kamal Attaturk dan Ishmat Irome (silakan lihat buku-buku sejarah runtuhnya Khilafah Islamiyyah di Turki dan revolusi Arab yang ditulis oleh sejarawan Islam yang jujur).
Ternyata jasa-jasa tersebut sangay mempengaruhi mental dan kejiwaan orang-orang Arab baik pemimpin-pemimpinnya, syuyukh-syuyukhnya, orang-orang awamnya termasuk orang-orang yang mengaku “salafi” – kecuali dari mereka yang dirahmati oleh Allah –, maka mana mungkin orang seperti itu diharapkan siap berjihad melawan Amerika dan sekutu-sekutunya dengan senjata, untuk menyatakan mereka musuh saja kelu dan malu-malu tidak aneh jika dalam perang global antara mujahidin dan salibis yang dipimpin oleh Bush – laknatullah ‘alaihi – lisanul hal mereka malah cenderung membantu salibis.
Tetapi sebagaimana yang tertera dalam hadits-hadits dan atsar-atsar, dari kalangan mereka jugalah, akan bangkit pemuda-pemuda yang terbaik di muka bumi yang perangainya tidak seperti mereka, pemuda-pemuda inilah dan yang sejenisnya yang akan memotong tengkuk-tengkuk zionis dan salibis Amerika dan Eropa – Insya Allah.
2.      Pernyataan Dr. Rabi’ Al Madkhali (tokoh yang masyhur dari kelompok yang mengaku “salafi” sampai muncul sebutan “salafi al madkhali”).
Dalam bukunya “Manhajul Anbiya’ fid Da’wah Ilallah” mengatakan bahwasanya,  “urusan Imamah bukan dari qaidah ahlus sunnah wal jama'ah.” Kata-kata ini secara tersirat maupun tersurat sebenarnya ditujukan atau sebagi kritik terhadap jama’ah-jama’ah Islam yang memperkatakan tentang tahkimusy syari'ah dengan menegakkan daulah dan khilafah, yang seolah-olah menurut pandangannya, hal tersebut kurang penting atau lebih parah dari itu menganggap tidak perlu – wallahu a’lam -. Lalu untuk menguatkan pendapatnya dan selera hawa nafsunya, mengambil kalam atau qaul Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam kitabnya “Minhajus Sunnah An Nabawiyyah” yang maksudnya sebagai berikut: “Sesungguhnya Imamah bukan dari dienullah atau bukan suatu kepentingan yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mesti menyampaikannya kepada manusia…”. Imamah yang disampaikan oleh Syaikhul Islam dalam konteks ini jauh berbeda dengan yang dikehendaki oleh para Doktor – yang dimaksud oleh Syaikhul Islam adalah imamah dengan agama syi’ah – . Sebagai bantahan terhadap al Halli, seorang syi’ah yang mengatakan dalam bukunya “Minhajul Karamah” bahwa “imamah adalah termasuk rukun Islam yang agung, dengan kata lain imamah yang nafikan oleh Syaikhul Islam adalah imamah dalam aqidah bid’ah dan dhalalah syi’ah bukan imamah menurut ahlus sunnah wal jama'ah.
Adapun imamah menurut ahlus sunnah jelas pentingnya, peranannya wajib dan masyru’nya, pelajar ibtidaiyah yang cerdik pun paham, keterangannya memenuhi kitab-kitab ahlus sunah. Sebagai contoh saja buku Tafsir Al Qurthubi ayat 30 surat al Baqarah, demikian juga Tafsir Ibnu Katsir 1/75. Imam Al Qurthubi dan lainnya menjadikan ayat 30 surat Al Baqarah sebagai dalil wajibnya mendirikan atau mengangkat khalifah atau imam atau khilafah dan imamah. Adapun konteks aslinya sebagai berikut:





Maksudnya: Imam Al Qurthubi dan lainnya telah menjadikan ayat ini (2:30) sebagai dalil atas wajibnya mengangkat khalifah untuk mengadili perkara-perkara yang diperselisihkan antara manusia dan menghentikan pertentangan serta menolong orang-orang yang terzalimi dari yang menzaliminy, dan untuk menegakkan hukum hudud serta melarang segala bentuk pelaksanaan perbuatan dosa, dan lain sebagainya dari perkara-perkara yang penting yang tidak mungkin bisa ditegakkan kecuali dengan adanya imam dan sesuatu kewajiban yang tidak dapat sempurna kecuali dengannya maka ia adalah wajib. (Tafsir Ibnu Katsir 1/75)
Maka pada hakikatnya tidak akan terealisir ibadah atau ubudiyah seorang muslim dengan sempurna di muka bumi kecuali jika ia menjadi imam atau mempunyai seorang imam yang berkuasa di muka bumi. Oleh karena itu hampir seluruh nabi-nabi dan rasul-rasul ‘alahi salam terutama di kalangan Bani Israil, mereka adalah sebagai seorang imam, qadhi dan komandan perang, demikian juga Nabi teragung kita Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam, beliau adalah imam (pemimpin negara), qadhi, dan komandan perang begitu pula al khulafaur rasyidin radliallahu 'anhum dst, Subhanallah.
Dan rupa-rupanya keganjilan atau syubuhat Dr.Rabi’ ini sudah menjangkit kepada ebagian pengikut-pengikutnya – mudah-mudahan tidak seluruhnya – sebagai contoh, perhatikan gaya bahasa al ustadz Muhammad Umar As Sewed dengan nada sinisnya katanya: “di antara mereka bahkan ada yang menjadikan tegaknya khilafah Islamiyyah sebagai harga mati dari tujuan dakwahnya.”[2] Saya tidak peduli ditujukan kepada kelompok mana kritik tersebut, tapi menurut saya tidak patut kata-kata seperti itu keluar dari seorang mukmin, apalagi dari seorang ustadz, seorang imam yang diikuti oleh banyak orang, dan mengaku ‘salafi’ lagi. Sebab kata-kata tersebut bisa dinilai bahwa al ustadz seolah-olah menganggap tegaknya khilafah Islamiyyah adalah urusan secondary, tidak penting, remeh temeh, yang wajibnya bisa ditawar-tawar seperti membeli tempe. Camkan sekali lagi qaul Imam Al Qurthubi tersebut di atas.
Dan lihatlah keadaan hari ini di seluruh dunia dengan kacamata yang waras, kaum muslimin bagaikan anak yatim piatu dan yang terdzalimi, tiada seorang penguasapun yang ambil peduli, penjara dimana-mana dipenuhi dengan pejuang-pejuang Islam. Kufur, syirik, nifaq, kemungkaran, fakhsya’ dan maksiat mendominasi kehidupan manusia. Islam dilecehkan, hukum-hukum Allah diinjak-injak  di seantero dunia termasuk di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim. Apa rahasianya? Karena tidak ada khalifah dan imamah al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi yang kata Al Ustadz Qomar Suadi, Lc. sebagai seorang pimpinan yang luar biasa bengisnya melebihi para penguasa hari ini. Tetapi jangan dilupakan imam dan tauhidnya pun melebihi dari seluruh penguasa antek salibis, zionis, komunis dsb, yang mengaku muslim pada hari ini. Dia anti terhadap musuh-musuh Islam dan orang-orang musyrik apalagi menjadi anteknya, dia hidup di bawah khilafah dan imamah Bani Umayyah yang terkenal juga jasa-jasanya termasuk memperluas daerah kekuasaan Islam. Dia hidup di abad yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam termasuk abad yang terbaik yaitu abad pertama, sebab dia hidup pada tahun 60-an Hijrah. Meskipun pada abad itu banyak kekacauan, kehidupan kaum muslimin banyak mengalami kegentingan boleh dikata tidak pernah mengalami kedamaian (ukuran hawa nafsu) bahkan tiga di antara empat khulafaur rasyidin, manusia terbaik setelah anbiya’, radliallahu 'anhum meninggalnya terbunuh. Amirul mukminin/khalifah Umar dan Ali radliallahu 'anhuma terbunuh di masjid dalam rangka mengimami shalat, sementara khalifah Ustman radliallahu 'anhu terbunuh di rumah beliau dalam keadaan membaca Al Qur’an dan shaum, semua pembunuhnya dari ahlul millah bukan orang kafir. Maka jangan dibayangkan kalau tegaknya khilafah dan daulah Islamiyyah berarti orang Islam hidup ongkang-ongkang, enjoy, damai, senantiasa bernikmat-nikmat bersama istri-istri dan anak-anaknya seperti ayam di kandangnya, segalanya tersedia, mau ini ada, mau itu ada, mau membaca buku, almari pun penuh dengan kitab, tanpa dengan adanya kekacauan.
Orang beriman itu ongkang-ongkangnya, enjoynya, damainya dan bernikmat-nikmatnya di surga bukan di dunia. maka jangan menilai sikon baik atau tak baik itu mengikuti selera hawa nafsu kita. Kalau damai tak ada kekacauan berarti baik, sebaliknya jika terjadi kekacauan berarti tak baik. Nilailah sikon dengan standar syara’ atau ridha Allah. Untuk apa hidup damai tetapi dimurkai Allah, maka damai menurut orang beriman dengan damai yang dimaui oleh orang kafir jauh berbeda. Damai menurut orang beriman  adalah hidup di bawah naungan ridha Allah meskipun secara zahirnya genting, sedangkan orang kafir merasa damai jika selera dan hawa nafsunya terpenuhi.
Kembali tentang pribadi Hajjaj bin Yusuf, disamping itu dia mempunyai ghirah yang sangat tinggi kepada Islam dan pembelaannya terhadap kaum muslimin yang dizalimi oleh orang-orang kafir. Dalam satu riwayat dikatakan bahwa ia marah sekali terhadap seorang gubernur yang ditugaskan di negeri Sind. Kemarahannya yang luar biasa itu disebabkan karena adanya seorang wanita dari kaum muslimin yang ditawan oleh tentara musyrikin dan dibawa masuk ke negeri mereka. Maka ia pun kerahkan pasukan demi pasukan dan dikeluarkan dana secukupnya dari baitul mal sampai berhasil menyelamatkan muslimah tersebut dan mengembalikannya kepada keluarganya dan kota asalnya. (Al Muwalat wal Mu’adat 1/327)
Maka wahai orang yang masih ada sisa akal yang sehat! Pikirkanlah betul-betul, perbedaan posisi dan kedudukan Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi dengan penguasa-penguasa sekuler hari ini. Jangan disamakan antara kambing yang nakal dengan anjing meskipun jinak apalagi anjing yang jahat.
3.      Syi’ar dan slogan ‘salafi’ modern.
………………………………………….
Maksudnya: Serahkan (tinggalkan) urusan kaisar kepada kaisar dan urusan Allah kepada Allah. Baca kitab ……………….. tulisan Muhammad Syaqrah tokoh muda ‘salafi’ (murid AsySyaikh Al Bani)
Keganjilan ini tidak perlu dikomentari panjang lebar, yang jelas syi’ar ini adalah syi’ar dhalah, bukan dari dienul Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi prinsip agama nasrani, dan pada masa kini menjadi agama sekuler yang pegangi oleh negara-negara salibis barat dan diikuti oleh golongan munafiqin dan zanadiqah.
4.      Syi’ar dan slogan yang lain , ……………………………………
Temasuk siyasah adalah meninggalkan siyasah. Rujuk pada sebagian kaset yang disebarkan ‘salafi’. Syi’ar ini ada kemiripannya dengan syi’ar orang-orang sufi, yaitu ……………………………………. Maksudnya: “siyasah adalah kebodohan”. Kedua syi’ar tersebut melarang siyasah kepada para pengikutnya dan menganggapnya sebagai sesuatu yang kotor dari amalan syaitan. Maka jangan terperanjat jika orang-orang ‘salafi’ enggan bersiyasah, benci dengan politik, tidak ada ghirah untuk mentadbir negara dsb. Kalau yang dimaksud dengan siyasah itu misalnya amalan sistem demokrasi yang meletakkan kekuasaan di tangan rakyat bukan di tangan Rabbul ‘Alamin, maka siyasah yang seperti ini wajib dibenci dan ditinggalkan sebab kufur dan syirik. Tetapi jika yang dimaksud siyasah adalah pemimpin negara itu mestilah seorang laki-laki, merdeka, baligh, berakal, muslim, mujtahid, adil, memiliki bashirah, anggota badannya sempurna, pengalaman perang dst (Ibnu Katsir 1/76). Jika yang seperti ini juga diabaikan dan tidak ditoleh sama sekali, itulah yang namanya agama sufi bukan dari prinsip Islam, tetapi agama yang diimpor dari Yunani kuno dan Hindu.
5.      Tandhim jama’ah, harakah dan bai’ah adalah bid’ah.
Keganjilan ini bisa dimengerti atau dengan kata lain bisa dikatakan masalah kilafiyah jika hal-hal tersebut diadakan di suatu wilayah yang di situ terdapat jama’atul muslimin (khilafah/daulah Islamiyyah) yang singkatnya yaitu satu negeri/wilayah yang dipimpin oleh orang-orang Islam dan syari'at yang berlaku di situ adalah syari'at (hukum dan undang-undang) Islam, meskipun banyak kezaliman, penyelewendan dan para pemimpinnya kejam dan fasik, selagi tidak melakukan kufur akbar yang jelas dan gamblang. Kenapa ana katakan , meskipun ada jama’atul muslimin tidak termasuk bid’ah, sebab contoh-contoh dalam sejarah Islam banyak sekali terutama di masa tabi’in, apalagi di masa-masa perang salib, dengan syarat jama’ah dan bai’ah tersebut bentuknya untuk beramal, misalnya untuk amar ma’ruf nahi mungkar, berjihad dan sebagainya, bahkan hal ini bisa menjadi wajib hukumnya jika para pemimpin lemah atau tidak memperdulikan hal-hal tersebut. (3:104) dll.
Adapun yang ganjil jika digeneralisasikan untuk semua keadaan. Pokoknya jama’ah, tandhim, harakah dan bai’ah selain kepada khalifah dan imamah adalah bid’ah. Dan yang ganjil bin ganjil lagi, jika jama’ah dan tandhim serta bai’ah diadakan di negara yang jelas-jelas kafir dan musyrik misalnya negara salibis, Hindu, Budha, dan sebagainya pun dianggap bid’ah.
Ada satu cerita yang betul-betul terjadi dan sanadnya bisa dipercayai, yaitu sebagai berikut: di salah satu negara yang jelas-jelas kafir, penguasa-penguasanya kafir, pemerintahannya juga kafir dan penduduknya mayoritas kafir. Di negara tersebut ada salah seoragn yang dikenali beraqidah salafiyah, namun di samping itu beliau diduga bertandhim. Maka datanglah pada suatu hari salah seorang syaikh dari negeri Hijaz menemui ustadz itu dengan penampilan wajah yang iba dan kasih sayang serta berlinang air mata, beliau lalu mengatakan yang kurang lebih maksudnya: “Ya akhi! Ana uhibbuka fillah. Anta jayyid, anta telah beraqidah salaf, tetapi sayang telah melakukan satu bid’ah, yaitu bertandhim…”dan seterusnya. Maka ustadz itupun mengatakan yang kurang lebih sebagai berikut: “Ya, syaikh! Samihna, antum jangan menyamakan negara kami dengan negara antum, negara kami negara kufur, jika anggota kami tidak kami koordinir dalam sebuah jama’ah atau tandhim, bisa jadi anggota kami habis diterkam srigala. Bolehlah, sekarang jika memang tandhim menurut syaikh hukumnya bid’ah, tolong berikan alternatif kepada kami cara atau jalan selain tandhim yang bisa menyelamatkan dien kami hidup dan berada di negeri seperti ini. Maka syaikh pun tidak dapat memberikan alternatif yang berarti.
Ya salam! Inilah akibat tidak menempatkan sesuatu pada ushul dan akar persoalannya. Kalau urusan duniawi tidak mengapa paling banter bangkrut, tetapi kalau urusannya dienullah, akan menjadi …………………., dirinya sesat dan menyesatkan manusia. Bagaimana bisa digebyah uyah begitu saja antara kambing dan babi? Antara belut dan ular, antara Saudi dan Amerika, antara Indonesia dan Singapura, antara Tajikistan dan Kazakhstan, antara Saudi dan Malaysia, antara Saudi dan Indonesia, antara Saudi dan Thailand, China dan lain sebagainya. Ada kata-kata hikmah Arab:
………………………..
 “Setiap tempat ada ucapan dan perkataan tersendiri yang sesuai, demikian pula setiap ucapan dan perkataan ada tempatnya tersendiri yang sesuai.”
Dalil-dalil syari'iy Al Qur’an maupun As Sunnah, mungkin sesuai sebagai hujjah bagi atau terhadap pemerintahan Saudi, tetapi belum tentu sesuai untuk Indonesia, mungkin sesuai untuk / terhadap Amerika, belum tentu sesuai untuk malaysia. Mungkin sesuai sebagai hujjah terhadap JIL, Salimullah, Kur 9, Ingkar Sunnah, Ahmadiyah, tetapi belum tentu betul jika dipergunakan sebagai hujjah terhadap ‘salafi’, ikhwan, dan tahrir, dan sebagainya. Dan tidak setiap kekerasan itu mesti khawarij. Ingat kehidupan generasi salaf itu min keras ila keras, min nar ilan nar, min saif ila saif. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tiga belas tahun di Madinah operasi perangnya 77 kali, demikian juga khulafaur rasyidin radliallahu 'anhum dan seterusnya, min perang ila perang. Sesungguhnya tidak ada satu golongan dalam Islam yang alergi dengan  kekerasan.
6.      Seseorang belum sesuai untuk menunaikan ibadah jihad (perang) kecuali setelah murabbi (tertarbiyah).
Lalu dalam suatu majlis ditanyalah salah seorang ustadz yang mengaku ‘salafi’, Adnan Anur, “Apa batasannya seseorang itu bisa disebut murabba (telah terdidik) sehingga ia sesuai menunaikan ibadah jihad qitali?” Ustadz itupun menjawab, katanya: “jika kita telah mencapai derajat seorang shahabi yang bersedia menceraikan istrinya untuk diserahkan kepada saudaranya yang lain, lalu ia menyebutkan hadits dalam shahih Al Bukhari yang menceritakan tentang shahabat muhajirin dan shahabat anshar. Keganjilan yang keterlaluan ini tidak perlu di komentari panjang lebar, kalau mau komentar dengan hujjah-hujjah baca tulisan ana Ath Thoifah Al Manshurah (I). Yang jelas bagaikan orang nglindur di siang bolong, ucapan tersebut tidak dapat diterima oleh akal sehat apalagi naql, bertentangan dengan praktek salaf di sepanjang sejarah. Berapa banyak bahkan ribuan pasukan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang belum tertarbiyah, sampai syirik saja belum mengerti karena baru masuk Islam. (Silakan rujuk Kitab Tauhid Imam Mujaddid Muhammad Abdul Wahhab rahimahullah dalam bab: Tabarruk kepada pohon, batu dan sejenisnya. Hadits riwayat Imam At Tirmizi dari Abi Waqid Al Laits radliallahu 'anhu).
Kapan agaknya target tersebut bisa tercapai? Jawabannya nanti kalau sudah ada hujan dari bumi ke langit, artinya tidak mungkin target itu bisa tercapai. Pertama, secara syar’iy memang tidak mungkin sebab para shahabat radliallahu 'anhum generasi yang dipilih oleh Allah dan diberi fadhilah yang sangat banyak apalagi muhajirin dan ansharnya. Kedua, tarbiyah yang ditempuhnya pun jauh berbeda, tarbiyah shahabat dengan berwala’ kepada Allah, rasul-Nya, dan orang-orang beriman serta bara’ terhadap orang-orang kafir, membenci mereka, memusuhi mereka, berhijrah dan berjihad, hampir semuanya serba kekerasan dengan kata lain tarbiyahnya tarbiyah asykariyah jihadiyah, lagi pula murabbinya Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam murabbi terbaik dalam sepanjang sejarah kehidupan. Sementara tarbiyah yang dimaksud oleh ustadz tersebut bermanhaj sufi anti kekerasan. Jadi sebetulnya jawaban tersebut bisa dinilai hanya karena tidak/kurang sregnya menempuh jalan jihad atau kekerasan karena tidak sesuai dengan selera. Sebab menurutnya ada cara damai yang sesuai dengan selera manusiawi, untuk merubah keadaan sekarang ini, bahkan dengan cara damai itu akan dapat ditegakkan daulah dan khilafah, yaitu dengan tarbiyah dan tashfiyah, memperbaiki diri sendiri dari segala seginya, jika diri-diri kita telah baik, maka yang lain-lain dengan sendirinya akan menjadi baik, negara akan menjadi baik demikian juga dunia.
……………………………………………………..
“Tegakkanlah negara Islam di dalam hati-hati kamu, niscaya akan tegak di negerimu.”
Inilah dien golongan shufiyah dan jabariya. Adapun dien ahlus sunnah wal jama'ah, ahlul hadits atau ath thaifah al manshurah tidak menerima manhaj seperti itu. Wallahu a'lam.
7.      Ada keganjilan lain yang lebih aneh bin ajaib lagi.
Keganjilannya lebih hebat dari keganjilan ustadz Muhammad Umar As Sewed dan Ustadz Qomar Suadi, Lc. yang sama-sama mempergunakan nash-nash tidak pada tempatnya, yang mana nash-nash tersebut adalah sebagian dalil untuk imamah atau khilafah atau amir atau pemimpin yang dalam pemerintahan atau dan penguasa tertingginya adalah Allah Rabbul ‘Alamin dst. Meskipun terjadi banyak penyelewengan-penyelewengan dan pemimpinnya fasiq, zalim, kejam, bengis, dan sebagainya, seperti Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi dan daulahnya atau contoh masa kini mungkin negara Saudi, tetapi amirnya tidak, sebab menurut jama’ah-jama’ah jihad as salafiyah mereka telah melakukan kufur bawahan jelas dan gamblang dan bisa dibuktikan. Nash-nash tersebut mereka pergunakan sebagai dalil untuk pemerintahan sekuler yang diasaskan di atas kufur, syirik, dan nifaq, pemimpinnya melakukan berbagai kufur akbar yang jelas dan gamblang (insya Allah akan diuraikan selanjutnya) maknanya telah keluar dari Islam dari segala pintunya.
Saya katakan keganjilannya lebih hebat, karena yang satu ini di samping telah menggunakan nash-nash dan dalil-dalil tidak pada tempatnya, ia berani dengan syubuhatnya mengeluarkan fatwa bahwasanya jama’ah atau partai pemerintah di negara itu adalah satu-satunya jama’ah yang shah menurut Al Qur’an dan As Sunnah atau menurut ahlus sunnah atau salaf, maka wajib bagi semua rakyat yang muslim bergabung dengannya, barangsiapa yang tidak bergabung dengannya berarti dia ahlul bid’ah, ahlul hawa' atau khawarij. Begitulah kurang lebihnya.
Kalian tahu jama’ah yang dimaksud, yaitu jama’ah atau partai UMNO yang dipimpin oleh Dr. Mahattir di Malaysia. Ya sallam! Kalian faham apa itu UMNO? Ialah jama’ah atau partai qauniyah ladiniyah yang dipimpin (pada waktu itu) oleh seorang yang mengaku muslim tetapi tidak henti-hentinya melakukan kufur akbar baik dengan lisannya maupun perbuatannya. Mencela Allah, mencela Rasul-Nya, mencela Islam dan syari'atnya, mencela salaf dan sebagainya. Jika hukum rajam dilaksanakan, batu akan habis, jika hukum hudud potong tangan dilaksanakan, kita akan beramai-ramai makan sup jari. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya radliallahu 'anhum membiarkan jenggot karena tidak ada pabrik silet pada masa itu, sekarang banyak pisau pencukur bahkan kita bisa bawa kemana saja dengan kotak kecil saja, jilbab adalah pakaian adat Arab karena pada masa itu banyak debu, sekarang tidak perlu lagi, semua jalan sudah beraspal, lagi pula semua kendaraan ber AC dan lain sebagainya. Ada tiga puluh lebih kata-kata kufur akbar yang diucapkan oleh pemimpin-pemimpin jama’ah tersebut dan semua terekam baik dengan kaset maupun tulisan, bukan sekedar fitnah.
Ya, ikhwan! Fikirkanlah dengan otak yang waras, jama’ah yang seperti itu, dipimpin oleh orang-orang seperti itu, kok rakyat secara syar’iy wajib bergabung dengannya jika tidak, berbari kedudukannya sebagai ahlul bid'ah. Maka tidak tanggung-tanggung ustadz ini mengecap PAS (Partai Islam Semalaysia) yang dipimpin oleh Tuan Guru Nik Abdul Aziz Nik Mat dan Tuan Guru Abdul Hadi Awang sebagai ahlul bid'ah. Alasannya karena menentang dan tidak mau bergabung golongan UMNO. Kalau misalnya PAS dianggap ahlul bid'ah karena perjuangannya menempuh dengan cara bid’ah demokrasi, mungkin masih banyak orang yang mengacungkan jempol, atau dikatakan ahlul bid'ah karena kebanyakan pengikutnya mengikuti aqidah Asya’irah (untuk dua tuan guru di atas menurut penilaian ana, beliau bermazhab salaf, Nik Abdul Aziz Khirrij muahid syar’iyyah – India – sedang Ustadz Abdul Hadi Khirrij Al Jami’ah Al Islamiyyah – Madinah – kedua-duanya digelar oleh orang awam yang tak paham di negerinya (Trengganu dan Kelantan) sebagai wahabi). Mungkin banyak juga orang yang menyetujuinya. Sebab kalau pembid’ahannya didasarkan amalan demokrasi atau asya’irah, hal ini tidak mungkin terjadi karena UMNO yang ia katakan sebagai jama’ah ahlus sunnah wal jama'ah dan ahlul hadits itu adalah mbahnya demokrasi di negaranya itu dan pengikutnya juga mayoritasnya asya’irah dan lebih parah lagi campur dengan adat-istiadat setempat. Memang ada pengikutnya yang mengaku mengikuti al Qur’an dan as Sunnah atau yang mengaku ‘salafi’ tetapi hanyan satu dua persen saja.
(Baca buku “Manifesto Politik oleh Rasul Dahri). Ustadz Rasul Dahri adalah seorang yang mengaku ‘salafi’ yang bertempat tinggal di Johor Malaysia dan Singapura, pernah mengadakan majlis halaqah dan ceramah bersama-sama dengan ustadz Ja’far Tholib dan kalau tidak salah Ustadz Muhammad Umar As Sewed pun hadir juga. Saya dapat tahu karena tempat majlis tidak jauh dari kompleks Ma’had At-Tarbiyyah Al Islamiyyah “Luqmanul Hakim”, Ulu Tiram, Johor. Lagi pula salah seorang pengikut majlis menceritakan kepada kami, dan membagikan sebagian dari hasil ceramahnya berupa kaset.
Saya katakan ustadz Rasul Dahri lebih hebat dari Ustadz Muhammad Umar As Sewed dan Ustadz Qomar Suadi karena sampai hari ini – wallahu a'lam – setahu ana ustadz As Sewed dan ustadz Qomar baru menyuruh kita untuk tetap sam’u, tha’ah, dan sabar menyikapi pemimpin-pemimpin yang mengaku muslim yang sekuler itu sebagaimana yang kita baca dalam tulisannya, dan belum menyuruh kita untuk bergabung – mudah-mudahan tidak sempat peringkat itu – dengan jama’ah dan partainya Ibu Megawati dan Bapak Hamzah Haz dan memvonis sebagai ahlul bid'ah, ahlul ahwa', dan khawarij bagi rakyat beragama Islam yang tidak bergabung dengan jama’ah tersebut dan mentaatinya.
8.      Menurut mereka atau sebagian mereka “lebih baik dipimpin oleh orang-orang yang mujrim, fasiq, zalim, dan telah melakukan berbagai kufur akbar daripada dipimpin oleh orang-orang ahlul bid'ah (ahlul bid'ah menurut anggapannya).
Hal ini bisa dinilai dari lisanul halnya dan juga dari ceramah-ceramah sebagian ustadz-ustadz mudanya antara lain adalah ustadz Dzul Akmal, salah seorang ustadz yang mengaku ‘salafi’ dari Pekanbaru dan ia termasuk personal yang ditokohkan dalam kelompok ‘salafi’ Ustadz Ja’far Thalib. Sebab kelompok ‘salafi’ pun sama halnya dengan kelompok-kelompok lain, berkeping-keping menjadi beberapa sempalan ada A, B, C, D, E, masing-masing bersikut-sikutan antar dalaman sendiri apalagi dengan kelompok lain – kecuali yang dirahmati Allah – begitulah keadaan ahlul Islam hari ini. Ini bagian dari ujian Allah yang mesti disikapi dengan sabar. Ustadz tersebut dalam ceramah-ceramahnya khususnya yang pernah disampaikan di Johor dan Singapura, dengan begitu tegas dan bersemangat – wallahu a'lam – mungkin campur emosi, menyatakan yang kurang lebih maksudnya: lebih baik dipimpin oleh Suharto daripada dipimpin oleh ahli-ahli bid’ah seperti Umar Abdur Rahman Abdullah Sungkar dan sejenisnya. Astaghfirullah.
Rasanya cukup delapan point saja untuk mewakili keganjilan-keganjilannya, dan sebetulnya masih banyak lagi.
Seterusnya saya akan menguraikan apa puncak dan penyebab utama dari sikap dan pemahaman yang ganjil-ganjil itu? Dan bukan saja menganggap yang ganjil-ganjil itu sebagai kebenaran, bahkan lebih dari itu, meyakini sebagai satu-satunya kebenaran, selainnya adalah dhalal, bid’ah, ahwa’ dan sebagainya.


[1] Al jihad wal Ijtihad, hal 242.
[2] Lihat majalah Asy Syari'ah vol no.5 hal 10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar