Sabtu, 04 Juni 2011

IMAN DAN KUFUR 02

MASALAH KEDUA:
Tema-Tema Yang Terdapat Dalam
Materi Iman

Ketahuilah bahwasanya pemahaman terhadap
materi-materi kekafiran, kemunafiqan dan kefasikan itu
dibangun di atas pemahaman terhadap materi iman,
karena materi-materi tersebut merupakan pembatalpembatal keimanan dari sisi yang bermacam-macam.
Adapun kekafiran dan  nifaaqul i ‘tiqood (kemunafiqan
aqidah) merupakan pembatal  ashlul iimaan (pokok
keimanan), sedangkan kefasikan dan  nifaaqul ‘amal
(kemunafiqan amal) membatalkan  Al iimaan Al Waajib
(keimanan yang wajib). Dan penjelasan tentang masalah
ini telah berlalu diawal peringatan penting yang terdapat
pada catatanku terhadap Al ‘Aqiidah At Thohaawiyah.
Untuk menguasai materi iman harus mempelajari
tema-tema penting yang ada padanya. Yang mana
masing-masing buku berbeda dalam mencantumkan
tema-tema tersebut dan memperincinya. Dan di sini
kami sebutkan tema-temanya supaya setiap  thoolib
(pelajar) dapat mempelajairnya secara lengkap dari
berbagai macam buku. Dan tem-tema  iman yang
diperselisihkan oleh berbagai golongan adalah berikut : 

1. Masalah hakekat iman dari sisi keterkaitannya
dengan hati, lisan dan perbuatan anggota badan


2. Masalah apakah iman itu terdiri dari berbagai cabang
atau iman itu satu saja? Dan apa perbedaan antara
rukun-rukun iman dan cabang-cabangnya?


3. Masalah bertambah dan berkurangnya iman,
perbedaan tingkatan-tingkatan  ahlul iimaan (orang
beriman) dalam keimanan mereka.


4. Masalah tingkatan-tingkatan dan macam-macam
iman. Ini bagi orang yang berpendapat bahwa iman
itu terdiri dari berbagai cabang maka ia dibagi
menjadi  ash-lun (pokok),  kamaalu waajib
(penyempurnaan wajib) dan  kamaalu mustahab
(penyempurnaan yang sunnah). Adapun yang
berpendapat bahwa iman itu satu maka baginya tidak
ada pembagiannya.


5. Masalah tingkatan-tingkatan cabang iman, bagi yang
berpendapat bahwa iman itu terdiri dari berbagai
cabang. 


6. Masalah macam-macam cabang iman dan apa saja
yang menjadi syarat dalam ashlul iimaan, atau dalam
al kamaal al waajib atau dalam al kamaal al mustahab. Ini
bagi orang yang berpendapat bahwa iman itu terdiri
dari berbagai cabang.


7. Masalah para pelaku dosa-dosa besar. Apa hukum
mereka di dunia dan akibatnya di akherat? Dan dari
masalah ini muncul berbagai istilah diantaranya:  Al
Kabaa-ir (dosa-dosa besar),  Ash shogho-ir  (dosa-dosa
kecil)  Al Faasiq Al Milliy (orang  faasiq yang masih
Islam),  Muthlaqul Iimaan (iman yang sempurna),  

Al Iimaan Al Muthlaq  (iman yang terendah), Al Manzilah
Bainal Manzilatain (tidak kafir dan tidak beriman),
Kufrun duuna kufrin (Kekafiran yang kecil yang tidak
mengeluarkan dari Islam),  Syirkun Duuna Syirkin
(syirik kecil),  Dhulmun Duuna Dhulmin (kedholiman
kecil), Fisqun Duuna Fisqin (kefasikan kecil), Nifaaqun
Duuna Nifaaqin (kemunafiqan kecil),  Jaahiliyyatun
Duuna Jahliyyatin (kebodohan kecil) dan istilah-istilah
lainnya.


8. Masalah apakah iman dengan Islam itu sama atau
berbeda. 


9. Masalah  istitsnaa’ dalam iman dan  istitsnaa’ dalam
Islam (yaitu mengucapkan saya beriman  insya Alloh
atau saya Islam insya Alloh-pentj.). 


10. Masalah apakah iman itu makhluq atau bukan.


11. Perbedaan antara iman dan Islam dalam hukum
dhohirnya (atau hukum di dunia atau  al hukmul
hukmiy/hukum pengadilan) dan antara  al hukmu al
haqiiqiy (atau hukum di akherat atau  al hukmul
haddiy).


Inilah tema-tema penting yang terdapat dalam
materi iman. Dan ketahuilah masalah-masalah ini
semuanya kembali kepada masalah yang pertama di atas
yaitu masalah hakekat iman. Dalam hal ini saya beri
contoh madzhab (aliran) Murji-ah misalnya:
Hakekat iman menurut mereka adalah At Tashdiiq
Bil Qolbiy (percaya dalam hati), (sebagian sekte Murji-ah
menambahkannya dengan  Al Iqroor Bil Lisaan/ikrar
dengan lisan, sebagai syarat untuk permberlakuan
hukum di dunia, namun ikrar ini tidak masuk dalam
hakekat iman menurut mayoritas Murji-ah). Atas dasar
pendapat mereka ini (yaitu bahwa iman itu percaya saja)
muncullah berbagai masalah lainnya sebagai berikut:

1. Iman itu satu dan tidak terdiri dari berbagai cabang,
karena percaya itu satu, apabila hilang sebagiannya
hilanglah semuanya. 


2. Iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang karena
percaya itu satu dan kalau berkurang berarti menjadi
ragu-ragu dan ini adalah kekafiran. 


3. Ahlul Iimaan (orang-orang beriman) itu imannya sama
semua, orang yang  faajir sama dengan orang yang
bertaqwa, iman mereka samua itu sama dengan iman
Nabi SAW, bahkan seperti imannya Jibril dan Mikail
as, karena iman itu satu. Dan inilah diantara
keburukan mereka. 


4. Perbuatan itu tidak masuk kategori iman, karena iman
itu kepercayaan hati. Akan tetapi perbuatan itu adalah
buah iman, dan apabila perbuatan itu disebut sebagai
iman maka hal itu hanya majaaz (kiasan) saja. 


5. Orang faajir yang faasiq itu adalah orang beriman yang
sempurna imannya selama dia masih percaya. Dan ini
diantara kejelekan mereka.
6. Ahlul iimaan (orang-orang beriman) itu tidak
bertingkat-tingkat keimanannya, akan tetapi iman
mereka itu sama –-- sebagaimana telah diterangkan di
atas –-- namun yang bertingkat-tingkat itu adalah amal 

perbuatannya, bukan keimanannya, sedangkan amal
perbuatan bukanlah termasuk iman. 


7. Tidak boleh istitsnaa’ dalam iman, yaitu orang mu’min
yang mengatakan: “Saya beriman insya Alloh”. Karena
itu merupakan keraguan. Sedangkan keraguan dalam
iman yang berarti percaya adalah kekafiran. Akan
tetapi seharusnya dia mengatakan: “Saya benar-benar
beriman” 


8. Tidak ada kekafiran selain  at takdziib (mendustakan)
atau hal-hal lain yang kembalinya kepada  takdziib,
seperti  al jahdu (mengingkari)  dan  al istihlaal
(menghalalkan yang harom). Karena kekafiran adalah
kebalikan dari keimanan, sedangkan iman adalah
pembenaran hati, maka tidak ada kekafiran selain
pendustaan hati. Kemudian mereka terpecah-pecah
lagi dalam memandang orang yang mengucapkan
ucapan atau melakukan perbuatan yang mana ucapan
dan perbuatan tersebut dinyatakan dalam nash atas
kafirnya orang yang melakukannya:

Menurut sekte  Asy’ariyyah dan  Murji-atul
Fuqohaa’, mereka yang melakukannya kafir baik
lahir maupun batin, akan tetapi ia kafir bukan
karena ucapannya atau perbuatannya akan tetapi
karena ucapan dan perbuatannya itu merupakan
pertanda bahwa hatinya mendustakannya.
Sedangkan menurut sekte  Jahmiyyah: orang
tersebut kafir secara dhohirnya karena adanya nash
yang menyatakan atas kekafirannya, namun bisa
jadi dia masih beriman batinnya jika masih ada
kepercayaan dalam hatinya. Mereka yang
berpendapat seperti ini dikafirkan oleh salaf
(ulama-ulama terdahulu) karena menolak  nash
syar’iy yang menetapkan atas kafirnya orang yang
mengucapkan atau melakukan kata-kata dan
perbuatan kafir. Karena nash  syar’iy adalah
pemberitahuan dari Alloh ta’aalaa yang pasti sesuai
dengan hakekatnya dan tidak sekedar sesuai
dengan dhohirnya saja. Dalam hal ini dari kalangan
sekte  Jahmiyyah ada yang mempunyai pendapat
lain yaitu seperti pendapat sekte  Asy’ariyyah dan
Murji-atul Fuqohaa’.
Sedangkan sekte  Ghulaatul Murji-ah (Murji-ah
ekstrim) dan mereka ini banyak sekali pada jaman
sekarang ini yang menulis buku-buku yang
memuat berbagai kesesatan, mereka berpendapat:
orang tersebut tidak kafir kecuali jika dia
mengingkari (juhuud) atau menganggap halal apa
yang haram (istihlaal) dan dia menyatakan hal itu
dengan jelas. Mereka yang berpendapat seperti ini
dikafirkan oleh salaf karena mereka menolak  nash
syar’iy yang menetapkan kafirnya orang yang
mengeluarkan kata-kata kufur dan perbuatan
kufur. Dan perincian masalah ini telah berlalu pada
catatanku terhadap Al ‘Aqidah Ath Thohaawiyah.
Inilah sekilas tentang pendapat berbagai sekte
Murji-ah. Dan sebagaimana yang anda lihat bahwa
pendapat mereka yang bermacam-macam itu bersumber
dari satu masalah yaitu pendapat mereka mengenai
hakekat iman. Dan pendapat mereka tentang hakekat
iman adalah bid’ah tercela yang mengakibatkan banyak
bid’ah. Karena hukuman keburukan itu adalah
perbuatan buruk setelahnya.
ﻇﻠﻤﺎﺕ ﺑﻌﻀﻬﺎ ﻓﻮﻕ ﺑﻌﺾ
Berbagai kegelapan yang sebagian di atas sebagian yang lain.
Oleh karena itu perbedaan antara mereka dengan Ahlus
Sunnah bukanlah sekedar perbedaan istilah saja
sebagaimana yang telah saya katakan sebelumnya pada
catatanku terhadap Al ‘Aqiidah Ath Thohaawiyyah.
Dan demikian pula perbedaan antara   Ahlus
Sunnah dengan  Mu’tazilah dan  Khowaarij adalah
bersumber dari pendapat mereka masing-masing tentang
hakekat iman.
Inilah tema-tema yang berkaitan dengan masalah
iman yang harus dipelajari oleh  thoolib (pelajar) dalildalil
kelompok yang bermacam-macam dari referensireferensi
yang akan kami sebutkan nanti insya Alloh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar