Kamis, 16 Juni 2011

IBNU BAZ ANTARA HAKIKAT DAN PRADUGA


IBNU BAZ ANTARA HAKIKAT DAN PRADUGA

PENULIS: SYAIKH AIMAN ADH DHAWAHIRIY

ALIH BAHASA: ABU SULAIMAN

Saya mendengarkan bersama jutaan dari anak-anak umat Islam kepada siaran-siaran berita. Ia menyiarkan lewat udara fatwa-fatwa Abdul Aziz Ibnu Baz, sedang ia mengajak kaum muslimin untuk shalat di Al Masjid Al Aqsha dan membolehkan berniaga dan berinteraksi dengan Israel.
Kemudian saya mendengar jawaban Perdana Menteri Israel Yizaq Rabin terhadap Ibnu Baz seraya menyambut dan mengucapkan selamat kepada Fadlilah Al Mufti.
Dan saya tidak merasa heran bila ucapan-ucapan seperti ini muncul dari laki-laki semacam itu, sebagaimana yang diherankan oleh banyak manusia, karena saya terhadap orang itu memiliki pandangan yang masih terus saya pegang –walau banyak orang menganggap berlebihan terhadap pendapat saya ini-. Dalam pandangan saya yang lemah adalah tidak mungkin seorang laki-laki menyatukan sekaligus pada dirinya antara kepemimpinan dalam dien ini dan tampil sebagai juru fatwa dan ta’lim dengan menjabat jabatan keagamaan tertinggi dinegeri Dinasti Salul, negara boneka Amerika.
Bagaimana Dinasti Salul memberi gaji kepada orang ini dan menempatkannya pada jabatan itu, sedangkan mereka itu adalah orang-orang yang paling manut (patuh) kepada Amerika, kecuali keberadaan orang ini (Ibnu Baz) pada jabatan-jabatan itu adalah merupakan kepentingan yang paling mendasar bagi Dinasti Salul yang menguasai negeri kaum muslimin dengan tajamnya pedang, dalam hal itu mereka tidak berbuat lembut dan basa-basi.
Seandainya terbesit dalam benak mereka sekali saja bahwa Syaikh ini mungkin menentang mereka atau mengancam kekuasaan mereka tentu mereka akan menggunakan terhadapnya apa yang cukup untuk mendiamkannya berupa pemecatan sampai pembunuhan. Dan sejarah Dinasti Salul dalam hal itu bersama orang-orang yan menentang mereka adalah lebih masyhur dari disebutkan.
Tujuan saya dari ungkapan itu bukanlah ini tetapi tujuan saya adalah :
Bahwa Ibnu Baz dan komplotannya yang ada disekitarnya telah dijadikan oleh banyak orang sebagai panutan/tauladan dalam agama dan rujukan untuk fatwa. Mereka masih selalu merujuk kepada orang-orang itu, tulisan-tulisan mereka dan ucapan-ucapan mereka dalam urusan dien yang paling urgent –yaitu I’tiqad dan tauhid dalam problematika kaum muslimin yang paling berbahaya- yaitu problematika para pemerintah murtad yan mencengkram negeri-negeri kaum muslimin.
Dan orang-orang yang mengikuti itu -walau selalu berbicara bahwa mereka itu terbebas dari taqlid madzhabi- adalah manusia yang paling taqlid terhadap kelompok syaikh-syaikh itu, dan klaim ini melebar dan menyebar ketengah ribuan pemuda muslim, sampai itu menjadi hal yang diterima begitu saja, sampai kami melihat orang alim yang baik semacam Dr. Safar Al Hawaliy saja berani mengatakan bahwa demokrasi itu bisa saja dipakai secara darurat untuk menyelamatkan negeri dari kekacauan seraya ia mengambil bukti dengan apa yang terjadi di Aljazair sembari bersandar dalam hal ini kepada ucapan Ibnu Baz ! (dalam kaset rekamannya No.4661 Tasjilat Al Hidayah Al Islamiyyah Damman, ceramah tgl. 23-6-14-12 H), padahal Safar Al Hawaliy itu mantap dalam pengajaran ilmu tauhid dan tulisanya bagus tentang sekularisme tapi dia tergelincir dengan sebab bersandar kepada ucapan Ibnu Baz itu). Bila saja ini adalah keadaan Safar Al Hawaliy yang cukup luas ilmunya dan pengorbanannya yang banyak dalam jalan dakwah, maka bagaimana dengan yang lainnya?[1].
Sungguh ribuan para pemuda telah hidup sebagai tawanan bagi nama-nama yang populer ini -Ibnu Baz, Al Utsaimin dan Abu Bakar Al Jazirii-, mereka mengikuti orang-orang ini, atau minimal mereka tidak berani untuk menyelisihinya termasuk meskipun sangat besar kekeliruan syaikh-syaikh itu dan sangat keji penyimpangan-penyimpangan mereka itu [2].
Saya merasa heran, bagaimana bisa manusia taqlid dalam dien mereka kepada seorang laki-laki yang tidak pernah berkorban dijalan Allah dan tidak diberi ujian didalamnya, bahkan dia tidak menerima gajinya kecuali untuk membela kepentingan-kepentingan para thaghut! Maka bagaimana manusia bertanya kepadanya tentang leher-leher para thaghut, darah-darah mereka dan pelenyapan kekuasaan mereka…?!!
Sungguh telah tiba saatnya bagi pemuda muslim untuk melepaskan diri dari nama-nama yang nyaring lagi kosong itu yang terus-menerus dalam kemunafikan (menjilat) para thaghut sampai hina kedudukannya serta menjadi bahan cemoohan di lisan-lisan kawan dan musuh.
Dan telah tiba bagi para pemuda ini saatnya ia berkumpul disekitar ulama ‘amilin yang jujur yang menderita dan mendapat cobaan dijalan agama mereka yang disifati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam firmanNya :
“Dan kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami” (As Sajdah : 24)
Dan telah tiba saatnya bagi para pemuda ini untuk keluar dari lobang yang ia hidup didalamnya, dan untuk sadar bahwa peperangan antara Islam dengan kekafiran dan antara Al Haq dengan Al Bathil adalah peperangan yang pasti lagi tidak bisa lari darinya. Dan bahwa bila ia tidak siap untuknya dan tidak mempersiapkan persiapannya untuk peperangan itu, maka ia akan menjadi korban pertama.
Sebenarnya kami bisa mendiamkan syaikh-syaikh itu bila mana mereka ridha bagi diri mereka diam dan berbicara dalam hal-hal yang tidak membuat marah para penguasa berupa urusan-urusan agama yang bersifat ibadah pribadi, meskipun ini juga mustahil bersama menjelasnya kerusakan para thaghut itu, akan tetapi beralihnya para ulama itu menjadi perusak dan penghancur keyakinan para pemuda, menjadi pelegal untuk kekafiran, menjadi musuh bagi amar ma’ruf dan nahi munkar, menjadi pengrekomendasi bagi kebercokolan angkatan perang salib Amerika di bumi jazirah Arab, serta yang  memberikan restu akan siasat pengotoran dan politik penguasa Yahudi di bumi Islam! Ini adalah suatu yang tidak bisa diam darinya orang yang memiliki secuil rasa malu dihatinya, apalagi orang yang memiliki sebesar dzarrah keimanan dihatinya.
Dan saya mengetahui bahwa ucapan saya ini akan dianggap berlebihan oleh sebahagian orang banyak orang yang baik yang masih hidup dalam praduga atau orang-orang yang sepakat dengan saya akan tetapi mereka tidak memiliki pada diri mereka keberanian untuk terang-terangan dengan hal itu, karena takut dari tuduhan orang lain terhadap mereka (dengan tuduhan) melecehkan ulama, atau karena mereka tidak mampu menyelisihi apa yang selalu mereka dengung-dengungkan bertahun-tahun.
Akan tetapi al haq itu nyata dan kebathilan itu luntur, sesungguhnya Ibnu Baz dan kelompoknya adalah ulama penguasa yang menjual kami kepada musuh-musuh kami dengan imbalan gaji atau jabatan, meskipun marah orang yang marah dan ridha orang yang ridha.
Sesungguhnya barisan al iman wajib melepaskan diri dari para pemalsu dan kaum munafikin sebelum berhadapan dengan barisan kekafiran [“Dan demikianlah kami terangkan ayat-ayat Al Quran, (supaya jelas orang-orang yang shaleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa”] (Al An’am : 55)
(Majalah Al Mujahidun, edisi ke 11 tahun I, Rabu 3 Sya’ban 1415 H.)
Penulis
Syaikh Aiman Adh Dhawahiriy
PENTERJEMAH BERKATA: Selesai diterjemahkan di Awal Rabi’ Al Akhir 1427

[1] Andai saja Safar Al Hawaliy mau ingat kepada firman Allah ta’ala : “Dan fitnah (syirik) itu lebih besar dari membunuh” (Al Baqarah : 217) dan penjelasan salah satu ulama tauhid tentang ayat ini, yaitu Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman [Seandainya penduduk pedalaman dan perkotaan perang saudara sampai mereka semua mati, tentulah itu lebaih ringan disisi Allah daripada mereka mengangkat dimuka bumi thaghut yang memutuskan dengan selain ajaran Islam] tentulah Safar selamat daripada mengikuti Ibnu Baz yang minimal dia itu sesat lagi menyesatkan karena berbicara dalam hal itu tanpa mengetahui akan waqi’ (realita kekinian) apa demokrasi itu.(Pent.)
[2] Ini mengingatkan saya pada kisah yang saya alami sendiri. Setelah Allah mengkaruniakan Tauhid kepada saya, dan saya mulai mendakwahkannya kepada jama’ah, dan tentunya takfir (pengkafiran) sosok-sosok thaghut negeri ini adalah bagian materi, akan tetapi Yayasan Ash Shofwah yang saya bekerja didalamnya tidak suka dengan apa yang saya ajarkan, maka setelah penyidangan saya oleh lebih dari 20 du’at salafi maz’um Yayasan Ash Shafwah di Vila Hara-Hara tidak mampu merubah prinsip saya, akhirnya saya dihadapkan oleh Ash Shofwah di Ciawi kepada 2 orang syaikh maz’um yang didatangkan untuk daurah (diklat) dari kerajaan Dinasti Salul yang mengaku murid Ibnu Utsaimin : Khalid Al Khalidiy dan Dr. Khalid Al Musyaiqih (penyusun Kitab Al Qaul Al Mufid), setelah perdebatan yang panjang antara saya dengan mereka, diantara yang saya ucapkan saat itu bahwa siapa saja yang masuk parlemen seraya sumpah setia kepada Undang-Undang Dasar adalah kafir! Maka mereka menyangkal dengan pernyataan bahwa Syaikh Ibnu Utsaimin membolehkan sumpah setia kepada UUD saat ada orang yang meminta fatwa boleh tidaknya menjabat Qadhiy Syar’iy (hakim syar’iy) di Kuwait?, dan dijawab boleh! Maka saya katakan tetap kafir orang yang melakukannya, dan 2 syaikh maz’um itu juga bersikeras dengan fatwa sesat Ibnu Utsaimin itu.
Bila ini orang yang bergelar Doktor dan menulis kitab tentang tauhid masih taqlid buta dalam pelegalan kekafiran itu  -andaikata ucapan dia itu benar- kepada sosok Ibnu Utsaimin, maka apa bagaimana dengan para pemuda yang mengikuti macam Doktor jahil itu.
Saya katakan kepada kaum salafiy maz’um sebagai bentuk rasa kasihan : “Demi Allah, kalian tidak akan sampai kepada Al Haq selama kalian masih taqlid dan terpaut dengan yang namanya Al Lajnah Ad Daimah dan Haiah Kibar Ulama pemerintah Saudi….(Pent.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar